Saat Bulan Sabit Menghiasi Kota Paris

Internasional / 9 November 2008

Kalangan Sendiri

Saat Bulan Sabit Menghiasi Kota Paris

Puji Astuti Official Writer
6108

Paris, banyak orang membayangkan kota ini sebagai kota yang romantis dan indah. Banyak film dibuat menceritakan tentang kisah cinta di negeri mode ini.  Namun wajah kota Paris beberapa tahun terakhir ini sudah banyak berubah. Hanya 15 menit dari daerah pusat mode dan juga café-café tampak sebuah gerbang megah masjid. Seperti ombak yang terus menerus menerpa pantai ratusan tubuh orang tersungkur di hadapan Allah mereka. Doa-doa yang di pimpin oleh seorang imam berkebangsaan Arab mengisi udara kota yang dikenal dengan menara Eiffel itu. Melihat hal tersebut, sadar atau tidak sadar, kaum kedar sedang mengekspansi ke Eropa.
 
Ketika Salib Menjadi Bintang Sabit

Bertambahnya jumlah imigran dan juga jumlah kelahiran bayi yang tinggi, jumlah kaum kedar di eropa selama hampir 30 tahun melonjak tiga kali lipat. Ketika kaum muslim eropa sibuk membangun masjid dan membawa banyak orang untuk mempercayai agamannya, orang Kristen eropa menghadapi yang namanya terjun bebas dalam penurunan jumlah pengunjung gereja.

Para Turis memenuhi tempat yang bernama Notre Dame di Paris yang merupakan sebuah katedral, bukan untuk menyembah Tuhan tetapi mengunjunginya hanya sebagai museum. Sungguh sangat disayangkan.

Masih ada harapan

Gereja injili mungkin terlihat bertumbuh dengan sangat lambat, tetapi dipastikan pengalami pertumbuhan yang stabil. Di Perancis, jumlah jemaat injili pada tahun 1940 berjumlah sekitar 60.000, dan sekarang terus naik jumlahnya hingga 500.000. Sekarang di data ada sekitar 3000 gereja injili di Perancis. Lebih dari sepertiganya dirintis pada 20 tahun terakhir ini.

Tony Lynn, misionaris dari gereja Babtis yang melayani di Paris mengatakan rata-rata gereja injili di kota jemaatnya berjumlah 35 sampai 65 orang setiap kebaktian hari minggu. Lynn dan istrinya Jamie, keduanya berasal dari Michigan Amerika, mereka telah lima tahun ini bekerja untuk merintis gereja dan berusaha menjangkau sekitar 100 lebih kelompok orang yang belum terjamah berita injil.

Menurut Lynn sendiri, penghalang terbesar yang menghalangi pemberitaan Injil disana adalah tradisi humanis yang membutakan banyak orang. Jika dilihat akarnya berasal dari jaman revolusi Perancis, di mana  filosopher seperti Rousseau dan Voltaire pendapatnya menjadi standar moralitas di negara tersebut. Filosofi tersebut populer dengan sebutan ‘laicite'.

Laicite bukan hanya menghalangi orang untuk terbuka pada pemberitaan Injil, namun juga menimbulkan krisis identitas diantara generasi muda muslim imigran, karena sekalipun mereka dibesarkan di keluarga muslim namun mereka bertumbuh di lingkungan sekuler, demikian pernyataan Gracie Coulair (nama samaran- Red), seorang misionaris Babtis dari Virginia yang telah melayani di Perancis selama 17 tahun.

Dibutuhkan banyak penuai

Lynn percaya bahwa dibutuhkan sebuah inovasi pendekatan yang baru dalam menghadapi peperangan budaya dan pola pikir yang terjadi di eropa saat ini. Sebuah kebutuhan untuk dapat dengan efektif membagikan berita tentang kasih Yesus menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Dan kuncinya adalah dibutuhkannya lebih banyak orang yang bersedia pergi untuk menjadi utusan Injil.

Salah satu cara kreatif dilakukan oelh gereja Warren Babtis dari Agusta yang mengirimkan orang ke Paris untuk menceritakan kepada wanita muslim disana bahwa Yesus mengasihi mereka. Pelayanan ini bernama Esther Project.

Yang kami lakukan adalah manicures, facial, dan menjadi penata rias bagi wanita-wanita terbut," demikian uncap Claire Hill, "Mereka sepertinya menikmati pelayanan kami isi, karena yang kami lakukan se-profesional ketika kami bekerja bagi sebuah perusahaan. Meskipun kamu tidak mengenal mereka.. Mereka juga adalah wanita biasa sama seperti kami, dan banyak kesamaan yang kami miliki."

Dengan jembatan tersebut, mereka menceritakan kasih Tuhan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Melalui hal-hal yang menjadi kebutuhan seorang wanita, membuka sebuah jalan untuk Yesus masuk dalam pintu-pintu rumah yang sebelumnya tertutup.

"Saya pikir ladang sudah siap dituai disini. Kami hanya belum mendapatkan para penuainya saja." Demikian tambah Claire.

Apakah Anda melihat hal yang sama seperti yang dilihat Claire, sebuah ladang yang sangat luas dan telah siap dituai. Pertanyaanya, apakah Anda mau pergi menjadi penuai-penuainya Tuhan? Silahkan jawab kepada Dia.

Sumber : Cross Walk/VM
Halaman :
1

Ikuti Kami